Refraksi Monokuler Subjektif
( The Monoculer Subjective Refraction
)
Berikut Kami sampaikan ringkasan dari beberapa metode pemeriksaan
refraksi mata monokuler secara subjektif ;
Peralatan
Minimum yang harus disediakan :
Trial Frames
- Trial
lens box yang didalamnya ada pinhole dan occluder
- Jackson
Cross Cylinder
- Snellen
chart
- Duochrome
test
Hal Yang Perlu Dilakukan Terlebih Dahulu :
Sebelum melakukan uji visus, perhatikan hal
dibawah ini:
- Pasien berada dalam jarak 6 meter dari Snellen Chart.
- Iluminasi cahaya dan tingkat keterangan dari ruang uji visus
harus sudah sesuai dengan standar minimal terang cahaya dalam ruangan.
Setting Posisi
Trial Frame :
1.
Pasien
diarahkan untuk memakai trial frame. Sesuaikan posisi Trial Frame dengan
kondisi pasien ( posisi mata dan nasal ),
2.
Sesuaikan Trial Frame dengan menyetel bagian
nasal, Inter-Pupillary Distance ( IPD ), dan Jarak Vertex ( VD ) agar posisinya
benar2 ditengah.
Uji Awal :
1.
Pemerikasaan dimulai dengan menguji mata
pasien dengan uji kedua mata secara terpisah.[4] Tutup salah satu mata pasien umumnya mata kiri terlebih dahulu
dengan lensa okluder, maka mata yang diuji visus adalah mata kanan.
2.
Masukkan
Lensa Uji Pinhole, uji kembali visus pasien, ini adalah untuk melihat apakah
visus pasien menurun atau meningkat dikarenakan dua hal ; karena adanya
penyimpangan secara optis atau karena adanya gangguan patologis.
3.
Apabila
pasien dapat membaca lebih baik di snellen chart, maka ini mengindikasikan
adanya kelainan refraksi. Kondisi ini sesuai dengan prinsip kerja pinhole yaitu
untuk memblok sinar cahaya perifer, sehingga hanya sinar2 cahaya primer yang
jatuh di fovea. [5]
Langkah – Langkah
Uji Visusnya :
1. Koreksi Spheris awal
- Pertama
kita harus menentukan apakah pasien mempunyai kelainan refraksi miopia
atau hipermetropia dengan cara memberikan lensa -+ 0.50 D.
- Selagi
memegang lensa tersebut, kita bertanya kepada pasien ; “ apakah semakin
jelas atau semakin kabur? “.
- Sesuiakan
lensa koreksi spheris dengan menambahkan power lensa spherisnya hingga
visus bisa maksimal 6/6. Biasanya peningkatan power setiap 0.50D, lalu “haluskan”
dengan pengurangan 0.25D.
- Ketika
pasien diberi lensa koreksi minus, pemeriksa harus menanyakan kepada pasien
apakah huruf di snellen chart terlihat lebih kecil dan lebih gelap.
Apabila pasien mengiyakan, jangan menambah ekstra power minus nya.
- Proses
ini berlangsung hingga visus maksimal 6/6.
- Pasien
yang tidak mempunyai Astigmatisme, dapat dikoreksi dengan lancar dan baik
hingga langkah diatas. Apabila ternyata pasien mempunyai
astigmatisme,langkah-langkah diatas berguna untuk menentukan posisi dari
dua garis fokus di retina. Hal ini dikenal dengan circle of confusion.
2. Cari Koreksi Astigmatisme nya
- Menggunakan The Jackson Cross Cylinder (JCC).[6]
- Biasanya menggunakan lensa minus cylinders.
- Sesuiakan
lensa koreksi silindris dengan menambahkan power per 0.25D
- Lakukan koreksi hingga visus 6/6 tercapai.
3. Sesuaikan Lensa Koreksi Terbaik
- Cek ulang visus pasien hingga ke huruf terkecil ( biasanya di
snellen chart di garis ke 8 untuk jarak periksa 6 meter ) atau bisa juga
melihat objek jauh.
4. Langkah-langkah diatas diulang kembali terhadap mata pasien yang
satunya. Ulangi dimulai dari UJI AWAL.
Apabila langkah
uji visus monokuler telah dilakukan, terakhir adalah menguji aberasi cahaya
kromatik dengan menggunakan metode Duochrome Test. Test ini untuk menentukan
apakah pasien overkoreksi atau underkoreksi.
Kelebihan dan Kekurangan metode refraksi subjektif monokuler
Kelebihan :
- Sesuai dengan referensi dari pasien itu sendiri
- Tidak invasif atau pemeriksa menentukan hasil sendiri
- Waktu efektif
Kekurangan :
- Hanya mengandalkan kemampuan kooperatif dari si pasien saja.[4]
- Hambatan bahasa terutama dengan pasien tunawicara.[4]
- Umur pasien dimana pasien anak lebih sulit berkomunikasi.[4]
Daftar Pustaka
Khurana. (2008). Theory and Practice of
Optics and Refraction (2nd ed.). Elsevier: Okhla, New Delhi. pp147
Rabbetts, R.B. (1998). Bennett and
Rabbett‟s Clinical Visual Optics. (3rd ed.). Oxford: Butterworth-Heinemann.
pp99
Rabbetts, R.B. (1998). Bennett and
Rabbett‟s Clinical Visual Optics. (3rd ed.). Oxford: Butterworth-Heinemann.
pp94
Khurana. (2008). Theory and Practice of
Optics and Refraction (2nd ed.). Elsevier: Okhla, New Delhi. pp148
Benjamin, W.J. (2006). Borish's Clinical Refraction
(2nd ed.) Elsevier: Butterworth-Heinemann.
Michaels, D. D. (1980). Visual Optics and
Refraction: A Clinical Approach. (2nd ed.). Missouri: C.V. Mosby Company.
pp379-383
Komentar
Posting Komentar